PENGERTIAN GEOGRAFI SOSIAL
Secara umum Geografi Sosial adalah ilmu
yang menjelaskan mengenai interaksi antara manusia dengan lingkungan sosialnya
yaitu manusia lain maupun kelompok manusia yang ada disekelilingnya. Maksudnya,
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan primer maupun
kebutuhan sekunder pasti akan memanfaatkan lingkungan sekitarnya.
Beberapa pengertian geografi sosial
menurut para ahli, yaitu:
1. Watson (1957)
Geografi sosial adalah suatu
identifikasi daerah (region) yang berdasarkan himpunan gejala sosial
hubungannya dengan lingkungan secara keseluruhan.
2. Phal (1965)4.
Geografi sosial adalah studi tentang
pola dan proses sosial penduduk dalam ruang tertentu.
3. Buttimer (1968)
Geografi sosial adalah studi pola
keruangan dan hubungan fungsional kelompok masyarakat dalam konteks lingkungan
sosial mereka, struktur internal dan eksternal dari kegiatan penduduk beserta
berbagai jalur komunikasinya.
4. Eyless (1974)
Geografi sosial sebagai analisis pola
dan proses sosial yang timbul dari persebaran dan keterjangkauan sumber daya
yang langka.
Berorientasi pada masalah, atau dengan
kata lain geografi sosial harus menangani hasil keruangan sosial (sosio
spatial) dari kelangkaan dan persebaran tak wajar daripada sumber daya yang
dapat dimanfaat (barang, pelayanan dan fasilitas di masyarakat).
5. Jones (1975)
Geografi sosial adalah ilmu yang
bertugas mengetahui pola-pola yang timbul dari kelompok masyarakat yang
memanfaatkan ruang, dan mengetahui proses pembentukan dan proses perubahan
pola-pola tersebut.
6. Bintarto (1968)
Geografi sosial adalah ilmu yang
mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara penduduk dengan keadaan
alam demi kemakmuran dan kesejahteraan.
7. Nursid Sumaadmadja
(1981)
Geografi sosial adalah cabang geografi
manusia yang bidang studinya aspek keruangan yang karakterisik dari penduduk,
organisasi, organisasi sosial, dan unsur kebudayaan serta kemasyarakatan.
KONSEP GEOGRAFI
SOSIAL
Ada 3 konsep dalam geografi sosial,
yaitu ruang, proses, dan pola.
1. Ruang
Secara geografis, ruang adalah
seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup bagi
makhluk hidup baik manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan maupun organisme lainnya.
Dalam geografi sosial, ruang mempunyai
makna yang mendalam, yaitu:
1. Sebagai tempat atau wadah dari
benda-benda atau perilaku.
2. Sebagai tempat yang dapat digunakan
untuk melaksanakan kegiatan usaha
3. Sesuatu yang dapat diatur dan dimanfaatkan
oleh dan untuk manusia.
2. Proses
Proses adalah tindakan manusia dalam
beradaptasi dan memanfaatkan lingkungan. Proses terbagi atas dua yaitu: secara
makro dan mikro.
Proses sosial yang bersifat mikro yaitu menekankan pada kegiatan individu dan kelompok masyarakat, contohnya perpindahan rumah seseorang dari satu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan proses makro yaitu proses yang menekankan pada masyarakat secara umum, contohnya terjadinya migrasi, transmigrasi, urbanisasi, gelombang pengungsi dan sebagainya.
3. Pola
Pola adalah proses yang terjadi
berulang-ulang, dalam hal ini adalah pola kehidupan dan penghidupan yang
berbeda antara satu tempat dengan tempat dengan tempat lainnya yang
mencerminkan perbedaan sifat daerah dan penduduknya sehingga akan terwujud
bentang sosial yang berbeda.
Bentang sosial adalah sekelompok penduduk atau beberapa kelompok penduduk yang hidup dalam suatu wilayah atau tempat tertentu dan mempunyai gagasan yang sama terhadap lingkungannya.
Dalam wilayah yang lebih luas, dengan kondisi geografi yang berbeda-beda, terjadilah bermacam-macam kegiatan baik sosial ekonomi maupun sosial kultural, sehingga terbentuklah struktur kegiatan atau pekerjaan. Struktur pekerjaan ini mencerminkan nilai-nilai sosial. Sebaliknya nilai-nilai sosial kelompok pekerjaan merupakan kekuatan atau menjadi unsur perubahan yang dapat menimbulkan diferensiasi bentang di darat.
Dengan demikian akan timul bentang budaya atau cultural landscape, yang semua ini mencerminkan tingkat kemajuan (development stage) dari penduduk.
SIFAT ATAU CIRI-CIRI
GEOGRAFI SOSIAL
Geografi sosial erat kaitannya dengan
geografi manusia yang diajarkan di Mazhab Prancis pada awal abad ke-20. Paul
Vidal De Lablace menekankan pentingnya hubungan manusia dengan alam.
Menurut Paul Vidal De Lablace ciri-ciri geografi sosial itu adalah:
- Kepribadian
daerah itu merupakan hasil cara masyarakat mengeksploitasi sumber daya
alam.
- Masyarakat
bereaksi terhadap habitatnya.
- Manusia
mengorganisasi dirinya sendiri dan berinteraksi dengan sesamanya.
https://rizalsagala.wordpress.com/2013/02/14/geografi-sosial/ 6 maret 2015 08:01 wib
Tabel
1. Perbandingan Fungsi Peringkat Teori
Fungsi
|
Teori Tingkat Makro
|
Teori Tingkat Mikro dan Meso
|
Analisis Masalah
|
Analisis masalah sosial
|
Analisis masalah peribadi,
keluarga, kumpulan kecil, atau organisasi
|
Mengenal pasti Kerawanan (Identify
vulnerability)
|
Mengenal pasti populasi yang rawan
|
Mengidentifikasi peribadi, keluarga,
dan kelompok kecil kecil yang rawan.
|
Mengembangkan asesmen
|
Asesmen keadaan atau sasaran
kumpulan dan populasi
|
Asesmen situasi pribadi, keluarga,
kelompok kecil, dan organisasi
|
Panduan Praktek
|
-
Panduan praktis dengan komuniti
–
Panduan tindakan sosial
–
Panduan advokasi
|
-
Panduan praktis klinikal
–
Panduan advokasi
–
Panduan praktis pentadbiran
|
Menginformasikan Dasar (Inform
policy)
|
Menginformasikan kebijakan sosial
|
Menginformasikan kebijakan organisasi/
institusi pelayanan sosial
|
Mengarahkan Penyelidikan
(Direction research)
|
Penelitian sosiologikal, lintas
budaya, sejarah, ekonomi politik, dan penelitian penilaian program
|
Penelitian biologikal,
psikologikal, klinikal, sejarah, dan organisasi
|
Sumber: Robbin, Chatterjee, Canda
(1998
Creswell, John W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif,
kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar: YogyakartaKerlinger, Fred, N .(1973). Foundation of Behavioral Research. New York. NY: Holt, Rinehart & Winston.
Merton, Robert K. (1967). On Theoretical Sociology Five Essay, Old and New. New York: The Free Press
Sosiologi makro, berbeda dengan
sosiologi mikro, mempersembahkan segala usahanya untuk mengkaji berbagai
pola sosial berskala besar. Ia memusatkan perhatiannya kepada amsyarakat
sebagaikeseluruhan dan berbagai unsur pentingnya, seperti ekonomi, sistem
politik, pola kehidupan keluargadan bentuk sistem keagamaanMAKROSeperti namanya
ini adalah yang terkecil dari tingkat masyarakat. pengelompokan tingkat mikro
lebihmasyarakat intim yang banyak manusia secara otomatis akan mengidentifikasi
dengan pertama. tingkatmasyarakat Mikro adalah keluarga, kelompok gereja,
sekolah dan sejenisnya. Namun, kompleksitaskelompok kecil ini adalah bahwa
dalam tingkat masyarakat yang lebih besar masih ada tingkat mikrokecil yang
membentuk mereka.Kesepakatan tingkat mikro dengan tindakan harian dan interaksi
orang di masyarakat. Itu menguji peran sosial yang kita ambil di dalam
masyarakat serta bagaimana kita bereaksi terhadap masyarakatdan memahaminya.
Pada tingkat yang lebih intim fokusnya adalah pada bagaimana orang
berpikir dalam masyarakat menentang perilaku mereka.Tingkat mikro studi
jujur masyarakat dalam pada elemen terkecil yang menciptakan ide tentang apasuatu
masyarakat, norma-norma dan perilaku yang membuatnya dikenali sebagai
masyarakat sendiri.Ritual, sosialisasi, pemisahan kegiatan dan sanksi semua
indikator seperti bagaimana seseorang harus berinteraksi dalam suatu
masyarakat. Mereka adalah pedoman yang mental ujung kita off dengan
jenismasyarakat tingkat mikro kita masuk
Tingkat Meso
Tingkat Meso adalah kurang dikenal
dari kelompok masyarakat karena mereka tidak berurusan denganmasyarakat besar
tingkat makro yang mempengaruhi banyak atau menarik lebih kecil, tingkat
mikroyang berhubungan dengan interaksi manusia hari ke hari. Tingkat Meso
adalah jalan tengah organisasi-organisasi yang ada di skala pertengahan,
seperti komunitas atau lingkungan dibandingkan struktur makro dari seluruh
kota.Tingkat meso juga berhubungan dengan divisi dalam masyarakat, bagaimana
mereka hancur akibat pendapatan, etnisitas dan sejenisnya. Ini adalah
perkawinan antara studi tingkat mikro dan makro,menganalisa bagaimana
kelompok-kelompok menengah dalam bentuk yang lebih besar. Mesomasyarakat ini
meliputi lembaga-lembaga seperti penjara juga, sistem yang lebih kecil dari
orang-orang yang berbeda dengan pedoman bagi organisasi masyarakat. Ini juga
disebut sebagai institusitotal.
Tingkat Makro
Tingkat Makro adalah yang terbesar dari
kelompok masyarakat. Macrosociology adalah istilah yangmenggambarkan studi
tentang masyarakat kita terbesar dan populasi. Pada kenyataannya tingkat
makrotidak hanya mempelajari terbesar masyarakat tetapi juga masyarakat secara
keseluruhan. Globalisasitelah membantu dalam memperluas luasnya studi di
tingkat makro untuk mencakup lebih banyak didunia.Tingkat makro melihat
bagaimana lembaga-lembaga dalam populasi yang besar mempengaruhi massa.Hal-hal
seperti ekonomi, struktur pemerintahan, agama dan banyak lagi adalah semua
kelompok mereka sendiri yang lebih kecil tetapi bersama-sama mereka
membentuk batas-batas masyarakattingkat makro. Lembaga ini saling terkait dan
cenderung erat nilai pemberian mereka mengeluarkanmerasakan keseluruhan budaya
yang muncul dari masyarakat.sosiolog Banyak yang percaya bahwa itu pada tingkat
makro masyarakat di lembaga-lembaga yanglebih besar bahwa akar dari masalah
masyarakat mulai dan karena itu membuat mereka sangatmenarik. Masalah pada
tingkat yang lebih besar cenderung memiliki menetes down mempengaruhi ketingkat
skala yang lebih kecil sehingga masyarakat yang jauh lebih penting untuk
mengatasi masalah disini segera setelah mereka ditemukan. Dari tingkat makro
struktur internal masyarakat bisa mulaidiatur kembali untuk memenuhi kebutuhan
penduduk, tumbuh berubah.
http://www.scribd.com/doc/54990639/Sosiologi-makro#
diakses pada hari minggu 8 maret 2015 pukul 05:00 wib
Kelompok teori mikro-makro berkembang di AS, sedangkan agensi-struktur di kalangan sosiolog di daratan Eropa. Perkembangan ini merupakan respon dari ”konflik” antara teori mikro ekstrem dan makro ekstrem. Disadari bahwa polarisasi ini secara ekstrem cenderung merugikan sumbangan sosiologi pada dunia sosial. Untuk itu, perlu ada ”perdamaian”, dan bahkan lebih jauh ”integrasi” dari dua kutub ini. Kita mengenal, di sisi makro adalah fungsional struktural dan teori konflik, sedangkan di sisi mikro adalah interaksionisme simbolik, etnometodologi, teori pertukaran, dan teori pertukaran rasional.
Menuju Integrasi Mikro-Makro
Mulai di tahun 1980-an tumbuh perkembangan baru tentang mikro-makro dari analisis sosiologi. Beberapa teorisi memusatkan perhatian untuk mengintegrasikan teori mikro-makro, sedangkan teorisi lain memusatkan perhatian untuk membangun sebuah teori yang membahas hubungan antara tingkat mikro dan makro dari analisis sosial. Ada perbedaan penting antara upaya untuk mengintegrasikan teori makro dan teori mikro dan upaya untuk membangun sebuah teori yang dapat menjelaskan hubungan antara analisis sosial tingkat mikro dan analisis sosial tingkat makro.
Meskipun ini adalah gelombang pemikiran baru, namun hal ini dapat disebut sebuah upaya kembali ke awal. Sosiologi klasik sebenarnya disusun dalam bentuk terintegrasi.
Ada dua bentuk integrasi mikro-makro. Yang pertama berupaya mengintegrasikan berbagai teori mikro dan makro, sedangkan yang kedua menciptakan teori yang diharapkan mampu mengkombinasikan kedua level analisis tersebut sekaligus. Dalam bab 13 Ritzer menyebut ada empat bentuk pendekatan dalam upaya mengintegrasikan mikro-makro, yakni berupa perumusan paradigma sosiologi terpadu, sosiologi dengan paradigma yang multi dimensi, pengembangan satu model dari mikro ke makro, dan integrasi melalui basis mikro untuk memahami sisi makro.
Pada pendekatan paradigma sosiologi terpadu, George Ritzer telah berupaya melalui dua aspek berbeda, yakni dari level mikro dan makro, dan yang kedua dari sisi objektif dan subjektif. Kedua aspek ini melahirkan empat dimensi yaitu makro-objektif, makro-subjektif, mikro-objektif, dan mikro-subjektif. Satu hal, meskipun terlihat sebagai dikotomi, namun Ritzer ingin kita lebih melihatnya sebagai kontinuum. Dalam analisis, keempatnya mesti dlihat secara sekaligus. Keempatnya mesti diberi perhatian secara seimbang pula.
Menurut Ritzer, seluruh fenomena sosial mikro dan makro adalah juga fenomena objektif atau subjektif. Ritzer menggunakan gagasan Wright Mills tentang hubungan antara persoalan personal tingkat mikro dan publik tingkat makro untuk menganalisis dunia sosial. Ritzer tidak memprioritaskan salah satu tingkat, namun menegaskan perlunya dipelajari hubungan dialektika di antara keempat dimensi tersebut.
Pada bentuk kedua, sosiologi multidimensi, J. Alexander menggunakan cara berfikir Ritzer namun tidak meniru analisanya. Bukannya memberi penekanan pada mikro-makro, Alexander mendekatinya dari pandangan keteraturan. Levelnya bukan mikro atau makro, tapi individual dan kolektif. Ia memfokuskan pada tindakan (action) yang bergerak dari materialis ke idealis.
Kedua pemikir ini berbeda dalam pendekatan yang digunakan dalam upaya memadukan level mikro dan makro, meskipun Alexander tampaknya lebih menekankan di level makro. Ia merasa bahwa fenomena kolektif tak dapat diterangkan melalui penjelasan bagaimana di level mikro.
Lalu, pada model mikor ke makro, tersebutlah James Coleman yang telah berupaya mengaplikasikan teori pilihan rasional yang berada di level mikro ke fenomena makro. Namun, disebutkan oleh Ritzer bahwa upaya Colemen ini kurang memuaskan, karena kurang berhasil memperlihatkan koneksi dari mikro ke makro. Dengan berbasiskan teori Max Weber tentang Etika Protestan, Coleman membangun sebuah model integratif. Menurutnya, kedua level ini berhubungan secara kausalitas. Konsep model dari mikro ke makro dari Coleman memusatkan perhatian pada masalah hubungan dari mikro ke makro dan mengurangi arti penting masalah hubungan dari makro ke mikro. Coleman menjelaskan baik itu masalah dari makro ke mikro maupun masalah mikro ke makro, meskipun penekannanya tetap pada relasi dari mikro ke makro.
Pendekatan lain, sebagaimana disebut Ritzer sebagai landasan mikro sosiologi makro, tersebutlah Randall Collins. Ia memfokuskan pada interaksi dalam rantai, yang berkait satu sama lain dan menghasilkan suatu skala yang yang lebih besar. Berbeda dengan Alexander yang lebih kuat berada di sisi makro, Collins berada di sisi mikro.
Satu hal yang mungkin dilupakan orang, sesungguhnya semenjak di awal abad ke-20, atau 60 tahun sebelum permasalahan integrasi ini ramai; sesorang sosiolog Eropa, Norbert Elias, telah berupaya mengintegrasikan analisis sosiologi. Ia mengusung konsep “figuration” dalam upayanya menghindari dikotomi dalam level analisis. Figurasi merupakan proses sosial yang terjadi pada kesalinghubungan antara manusia, yang secara bersamaan adalah juga menciptakan kesainghubungan (interrelationships). Ini bukan merupakan hal yang statis. Dalam konsep ini manusia dipandang sebagai makhluk yang aktif yang mencipta dan merubah-rubah relasi kekuasaan dan kesalingtergantungan.
Figurasi sosial ini dapat diterapkan baik di tingkat mikro maupun makro. Figurasi adalah proses sosial yang menyebabkan terbentuknya jalinan hubungan antara individu. Figurasi bukanlah sebuah struktur yang berada di luar dan memaksa relasi antara indvidu; namun figurasi adalah antar hubungan itu sendiri. Individu dipandang sebagai terbuka dan saling tergantung. Kekuasaan merupakan hal penting dalam figurasi sosial, dan karena itu, berada dalam keadaan terus-menerus berubah. Ia bertolak dari kesadaran bahwa individu bersifat saling berrelasi dengan individu lain.
Integrasi Agensi-Struktur
Pada hakekatnya, agensi-struktur juga merefer pada mikro-makro. Pada level mikro adalah aktor manusia, yang mana tindakannya dapat merefleksikan pada ”tindakan kolektif”. Sebaliknya, struktur yang berada di level makro, juga dapat merefleksikan kondisi mikro. Dengan melihat struktur, kita bisa paham pula bagaimana tindakan individual dalam masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu.
Satu teori yang paling banyak dibicarakan adalah Teori Strukturasi dari Anthony Giddens. Ia berpendapat bahwa struktur dan agensi adalah dua hal berbeda namun merupakan kesatuan (dualitas), dimana kita tidak dapat mempelajarinya terpisah satu sama lain. Manusia melalui aktivitasnya dapat menciptakan kesadaran sekaligus kondisi terstruktur (the structural conditions) sehingga aktivitas semua orang dapat berlangsung. Tidak mungkin terjadi agensi tanpa struktur, demikian pula sebaliknya, tidak akan tercipta struktur yang saling tergantung jika tidak diciptakan individu.
Konsep pokok dari teori strukturasi terletak pada pemikiran tentang struktur sistem, dan sifat rangkap dari struktur. Struktur bukanlah realitas yang berada di luar pelaku, namun ia adalah aturan dan sumber daya (rules and resources) yang mewujud pada saat diaktifkan oleh pelaku dalam suatu praktik sosial. Dengan demikian, struktur tidak hanya mengekang (constraining) atau membatasi apa yang dapat dijalankan pelaku, melainkan juga memberi kemungkinan (enabling) terjadinya praktik sosial.
Jika Giddesn melihat agensi dan struktur sebagai dualitas, Margaret Archer lebih melihatnya sebagai dualisme. Archer merasa bahwa kedua ini mesti dilihat secara bebas (independent). Hanya dengan itulah maka analisa keduanya dapat dilakukan secara memuaskan. Archer memberi perhatian pada “morphogenesis”, yakni proses kesalingpergantian (interchanges) yang kompleks yang akan menghasilkan perubahan di struktur dan juga pada produk-produk struktural. Jadi, ada pemisahan antara interaksi sosial dengan tindakan dan interaksi yang memproduksinya. Teori morfogenetis ini fokus pada bagaimana kondisi struktural mempengaruhi interkasi sosial, dan selanjutnya, bagaimana interaksi sosial tadi mempngaruhi pembentukan struktural (structural elaboration). Ia memberi perhatian pada fenomena non material dari kultur serta ide-ide.
Piere Bourdieu dalam konteks agen-struktur memberi perhatian terhadap hubungan antara habitus dan bidang atau lapangan (field). Ia melihat adanya jembatan antara subjektif pada diri individual dengan objektif pada masyarakat. Ia menggunakan perspektif yang disebut dengan “constructiviststructuralism”. Ia melihat pada bagaimana struktur objektif berupa bahasa dan kultur membentuk tindakan manusia. Di dalamnya secara detail adalah tentang bagaimana persepsi, fikiran, dan tindakan. Bagaimana manusia memahami dan mengkonstruk dunia mereka, tanpa mengabaikan bagaimana persepsi dan konstruk yang terbangun tadi sekaligus juga merupakan penghalang (constrained). Manusia adalah makhluk sosial yang aktif yang mengembangkan struktur untuk kehidupan rutin mereka. Pada hakekatnya, habitus adalah suatu struktur mental sebagai jembatan yang menghubungkan individu dengan dunia sosial mereka.
Selanjutnya, teori Kolonialisasi Dunia Kehidupan dari Jurgen Habermas mengambarkan teori tindakan dan teori sistem sekaligus. Pandangan utama Habermas adalah bahwa komunikasi yang bebas dan terbuka tidak akan digeser (impinged) oleh rasional formal dari sistem. Ia merasa melalui cara inilah dapat memahami solusi untuk dilema kolektivitas dari rasional substantif.
Terakhir, dari kedua perspektif ini (mikro-makro dan agensi-strutkur), Ritzer menyebutkan bahwa ada kaitan di antara keduanya. Satu perbedaan pokok antar mikro-makro dan agensi-struktur adalah gambaran mereka masing-masing tentang diri si aktor. Kelompok teori mikro-makro menuju pada orientasi behaviorist, sedangkan agensi-struktur menempatkan aktor yang diyakini selalu memiliki tindakan yang kreatif dan sadar. Perbedaan lain, adalah bahwa mikro-makro melukiskan permasalahan ini dari dalam dan cenderung statis, hirarkis, dan ahistorik; sedangkan agensi-struktur lebih kuat pada kerangka dinamis historis nya.