Selasa, 24 Mei 2016

geografi sosial

PENGERTIAN GEOGRAFI SOSIAL
Secara umum Geografi Sosial adalah ilmu yang menjelaskan mengenai interaksi antara manusia dengan lingkungan sosialnya yaitu manusia lain maupun kelompok manusia yang ada disekelilingnya. Maksudnya, manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder pasti akan memanfaatkan lingkungan sekitarnya.

Beberapa pengertian geografi sosial menurut para ahli, yaitu:
1. Watson (1957)
Geografi sosial adalah suatu identifikasi daerah (region) yang berdasarkan himpunan gejala sosial hubungannya dengan lingkungan secara keseluruhan.
2. Phal (1965)4.
Geografi sosial adalah studi tentang pola dan proses sosial penduduk dalam ruang tertentu.
3. Buttimer (1968)
Geografi sosial adalah studi pola keruangan dan hubungan fungsional kelompok masyarakat dalam konteks lingkungan sosial mereka, struktur internal dan eksternal dari kegiatan penduduk beserta berbagai jalur komunikasinya.
4. Eyless (1974)
Geografi sosial sebagai analisis pola dan proses sosial yang timbul dari persebaran dan keterjangkauan sumber daya yang langka.

Berorientasi pada masalah, atau dengan kata lain geografi sosial harus menangani hasil keruangan sosial (sosio spatial) dari kelangkaan dan persebaran tak wajar daripada sumber daya yang dapat dimanfaat (barang, pelayanan dan fasilitas di masyarakat).
5. Jones (1975)
Geografi sosial adalah ilmu yang bertugas mengetahui pola-pola yang timbul dari kelompok masyarakat yang memanfaatkan ruang, dan mengetahui proses pembentukan dan proses perubahan pola-pola tersebut.
6. Bintarto (1968)
Geografi sosial adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara penduduk dengan keadaan alam demi kemakmuran dan kesejahteraan.
7. Nursid Sumaadmadja (1981)
Geografi sosial adalah cabang geografi manusia yang bidang studinya aspek keruangan yang karakterisik dari penduduk, organisasi, organisasi sosial, dan unsur kebudayaan serta kemasyarakatan.

KONSEP GEOGRAFI SOSIAL
Ada 3 konsep dalam geografi sosial, yaitu ruang, proses, dan pola.
1. Ruang
 Secara geografis, ruang adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup bagi makhluk hidup baik manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan maupun organisme lainnya.

Dalam geografi sosial, ruang mempunyai makna yang mendalam, yaitu:
1. Sebagai tempat atau wadah dari benda-benda atau perilaku.
2. Sebagai tempat yang dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha
3. Sesuatu yang dapat diatur dan dimanfaatkan oleh dan untuk manusia.
2. Proses
Proses adalah tindakan manusia dalam beradaptasi dan memanfaatkan lingkungan. Proses terbagi atas dua yaitu: secara makro dan mikro.

Proses sosial yang bersifat mikro yaitu menekankan pada kegiatan individu dan kelompok masyarakat, contohnya perpindahan rumah seseorang dari satu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan proses makro yaitu proses yang menekankan pada masyarakat secara umum, contohnya terjadinya migrasi, transmigrasi, urbanisasi, gelombang pengungsi dan sebagainya.
3. Pola
Pola adalah proses yang terjadi berulang-ulang, dalam hal ini adalah pola kehidupan dan penghidupan yang berbeda antara satu tempat dengan tempat dengan tempat lainnya yang mencerminkan perbedaan sifat daerah dan penduduknya sehingga akan terwujud bentang sosial yang berbeda.

Bentang sosial adalah sekelompok penduduk atau beberapa kelompok penduduk yang hidup dalam suatu wilayah atau tempat tertentu dan mempunyai gagasan yang sama terhadap lingkungannya.

Dalam wilayah yang lebih luas, dengan kondisi geografi yang berbeda-beda, terjadilah bermacam-macam kegiatan baik sosial ekonomi maupun sosial kultural, sehingga terbentuklah struktur kegiatan atau pekerjaan. Struktur pekerjaan ini mencerminkan nilai-nilai sosial. Sebaliknya nilai-nilai sosial kelompok pekerjaan merupakan kekuatan atau menjadi unsur perubahan yang dapat menimbulkan diferensiasi bentang di darat.

Dengan demikian akan timul bentang budaya atau cultural landscape, yang semua ini mencerminkan tingkat kemajuan (development stage) dari penduduk.
SIFAT ATAU CIRI-CIRI GEOGRAFI SOSIAL
Geografi sosial erat kaitannya dengan geografi manusia yang diajarkan di Mazhab Prancis pada awal abad ke-20. Paul Vidal De Lablace menekankan pentingnya hubungan manusia dengan alam.

Menurut Paul Vidal De Lablace ciri-ciri geografi sosial itu adalah:
  1. Kepribadian daerah itu merupakan hasil cara masyarakat mengeksploitasi sumber daya alam.
  2. Masyarakat bereaksi terhadap habitatnya.
  3. Manusia mengorganisasi dirinya sendiri dan berinteraksi dengan sesamanya.




Tabel 1. Perbandingan Fungsi Peringkat Teori
Fungsi
Teori Tingkat Makro
Teori Tingkat Mikro dan Meso
Analisis Masalah
Analisis masalah sosial
Analisis masalah peribadi, keluarga, kumpulan kecil, atau organisasi
Mengenal pasti Kerawanan (Identify vulnerability)
Mengenal pasti populasi yang rawan
Mengidentifikasi peribadi, keluarga, dan kelompok kecil kecil yang rawan.
Mengembangkan asesmen
Asesmen keadaan atau sasaran kumpulan dan populasi
Asesmen situasi pribadi, keluarga, kelompok kecil, dan organisasi
Panduan Praktek
-       Panduan praktis dengan komuniti
–       Panduan tindakan sosial
–       Panduan advokasi
-          Panduan praktis klinikal
–          Panduan advokasi
–          Panduan praktis pentadbiran
Menginformasikan Dasar (Inform policy)
Menginformasikan kebijakan sosial
Menginformasikan kebijakan organisasi/ institusi pelayanan sosial
Mengarahkan Penyelidikan (Direction research)
Penelitian sosiologikal, lintas budaya, sejarah, ekonomi politik, dan penelitian penilaian program
Penelitian biologikal, psikologikal, klinikal, sejarah, dan organisasi
Sumber: Robbin, Chatterjee, Canda (1998
Creswell, John W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Kerlinger, Fred, N .(1973). Foundation of Behavioral Research. New York. NY: Holt, Rinehart & Winston.
Merton, Robert K. (1967). On Theoretical Sociology Five Essay, Old and New. New York: The Free Press



 
Sosiologi makro, berbeda dengan sosiologi mikro, mempersembahkan segala usahanya untuk mengkaji berbagai pola sosial berskala besar. Ia memusatkan perhatiannya kepada amsyarakat sebagaikeseluruhan dan berbagai unsur pentingnya, seperti ekonomi, sistem politik, pola kehidupan keluargadan bentuk sistem keagamaanMAKROSeperti namanya ini adalah yang terkecil dari tingkat masyarakat. pengelompokan tingkat mikro lebihmasyarakat intim yang banyak manusia secara otomatis akan mengidentifikasi dengan pertama. tingkatmasyarakat Mikro adalah keluarga, kelompok gereja, sekolah dan sejenisnya. Namun, kompleksitaskelompok kecil ini adalah bahwa dalam tingkat masyarakat yang lebih besar masih ada tingkat mikrokecil yang membentuk mereka.Kesepakatan tingkat mikro dengan tindakan harian dan interaksi orang di masyarakat. Itu menguji peran sosial yang kita ambil di dalam masyarakat serta bagaimana kita bereaksi terhadap masyarakatdan memahaminya. Pada tingkat yang lebih intim fokusnya adalah pada bagaimana orang berpikir dalam masyarakat menentang perilaku mereka.Tingkat mikro studi jujur masyarakat dalam pada elemen terkecil yang menciptakan ide tentang apasuatu masyarakat, norma-norma dan perilaku yang membuatnya dikenali sebagai masyarakat sendiri.Ritual, sosialisasi, pemisahan kegiatan dan sanksi semua indikator seperti bagaimana seseorang harus berinteraksi dalam suatu masyarakat. Mereka adalah pedoman yang mental ujung kita off dengan jenismasyarakat tingkat mikro kita masuk 
Tingkat Meso
Tingkat Meso adalah kurang dikenal dari kelompok masyarakat karena mereka tidak berurusan denganmasyarakat besar tingkat makro yang mempengaruhi banyak atau menarik lebih kecil, tingkat mikroyang berhubungan dengan interaksi manusia hari ke hari. Tingkat Meso adalah jalan tengah organisasi-organisasi yang ada di skala pertengahan, seperti komunitas atau lingkungan dibandingkan struktur makro dari seluruh kota.Tingkat meso juga berhubungan dengan divisi dalam masyarakat, bagaimana mereka hancur akibat pendapatan, etnisitas dan sejenisnya. Ini adalah perkawinan antara studi tingkat mikro dan makro,menganalisa bagaimana kelompok-kelompok menengah dalam bentuk yang lebih besar. Mesomasyarakat ini meliputi lembaga-lembaga seperti penjara juga, sistem yang lebih kecil dari orang-orang yang berbeda dengan pedoman bagi organisasi masyarakat. Ini juga disebut sebagai institusitotal.
Tingkat Makro
Tingkat Makro adalah yang terbesar dari kelompok masyarakat. Macrosociology adalah istilah yangmenggambarkan studi tentang masyarakat kita terbesar dan populasi. Pada kenyataannya tingkat makrotidak hanya mempelajari terbesar masyarakat tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Globalisasitelah membantu dalam memperluas luasnya studi di tingkat makro untuk mencakup lebih banyak didunia.Tingkat makro melihat bagaimana lembaga-lembaga dalam populasi yang besar mempengaruhi massa.Hal-hal seperti ekonomi, struktur pemerintahan, agama dan banyak lagi adalah semua kelompok mereka sendiri yang lebih kecil tetapi bersama-sama mereka membentuk batas-batas masyarakattingkat makro. Lembaga ini saling terkait dan cenderung erat nilai pemberian mereka mengeluarkanmerasakan keseluruhan budaya yang muncul dari masyarakat.sosiolog Banyak yang percaya bahwa itu pada tingkat makro masyarakat di lembaga-lembaga yanglebih besar bahwa akar dari masalah masyarakat mulai dan karena itu membuat mereka sangatmenarik. Masalah pada tingkat yang lebih besar cenderung memiliki menetes down mempengaruhi ketingkat skala yang lebih kecil sehingga masyarakat yang jauh lebih penting untuk mengatasi masalah disini segera setelah mereka ditemukan. Dari tingkat makro struktur internal masyarakat bisa mulaidiatur kembali untuk memenuhi kebutuhan penduduk, tumbuh berubah.

http://www.scribd.com/doc/54990639/Sosiologi-makro# diakses pada hari minggu 8 maret 2015 pukul 05:00 wib




Toeri Integrasi Mikro-Makro dan Agensi-Struktur
Kelompok teori mikro-makro berkembang di AS, sedangkan agensi-struktur di kalangan sosiolog di daratan Eropa. Perkembangan ini merupakan respon dari ”konflik” antara teori mikro ekstrem dan makro ekstrem. Disadari bahwa polarisasi ini secara ekstrem cenderung merugikan sumbangan sosiologi pada dunia sosial. Untuk itu, perlu ada ”perdamaian”, dan bahkan lebih jauh ”integrasi” dari dua kutub ini. Kita mengenal, di sisi makro adalah fungsional struktural dan teori konflik, sedangkan di sisi mikro adalah interaksionisme simbolik, etnometodologi, teori pertukaran, dan teori pertukaran rasional.
Menuju Integrasi Mikro-Makro
Mulai di tahun 1980-an tumbuh perkembangan baru tentang mikro-makro dari analisis sosiologi. Beberapa teorisi memusatkan perhatian untuk mengintegrasikan teori mikro-makro, sedangkan teorisi lain memusatkan perhatian untuk membangun sebuah teori yang membahas hubungan antara tingkat mikro dan makro dari analisis sosial. Ada perbedaan penting antara upaya untuk mengintegrasikan teori makro dan teori mikro dan upaya untuk membangun sebuah teori yang dapat menjelaskan hubungan antara analisis sosial tingkat mikro dan analisis sosial tingkat makro.
Meskipun ini adalah gelombang pemikiran baru, namun hal ini dapat disebut sebuah upaya kembali ke awal. Sosiologi klasik sebenarnya disusun dalam bentuk terintegrasi.
Ada dua bentuk integrasi mikro-makro. Yang pertama berupaya mengintegrasikan berbagai teori mikro dan makro, sedangkan yang kedua menciptakan teori yang diharapkan mampu mengkombinasikan kedua level analisis tersebut sekaligus. Dalam bab 13 Ritzer menyebut ada empat bentuk pendekatan dalam upaya mengintegrasikan mikro-makro, yakni berupa perumusan paradigma sosiologi terpadu, sosiologi dengan paradigma yang multi dimensi, pengembangan satu model dari mikro ke makro, dan integrasi melalui basis mikro untuk memahami sisi makro.
Pada pendekatan paradigma sosiologi terpadu, George Ritzer telah berupaya melalui dua aspek berbeda, yakni dari level mikro dan makro, dan yang kedua dari sisi objektif dan subjektif. Kedua aspek ini melahirkan empat dimensi yaitu makro-objektif, makro-subjektif, mikro-objektif, dan mikro-subjektif. Satu hal, meskipun terlihat sebagai dikotomi, namun Ritzer ingin kita lebih melihatnya sebagai kontinuum. Dalam analisis, keempatnya mesti dlihat secara sekaligus. Keempatnya mesti diberi perhatian secara seimbang pula.
Menurut Ritzer, seluruh fenomena sosial mikro dan makro adalah juga fenomena objektif atau subjektif. Ritzer menggunakan gagasan Wright Mills tentang hubungan antara persoalan personal tingkat mikro dan publik tingkat makro untuk menganalisis dunia sosial. Ritzer tidak memprioritaskan salah satu tingkat, namun menegaskan perlunya dipelajari hubungan dialektika di antara keempat dimensi tersebut.
Pada bentuk kedua, sosiologi multidimensi, J. Alexander menggunakan cara berfikir Ritzer namun tidak meniru analisanya. Bukannya memberi penekanan pada mikro-makro, Alexander mendekatinya dari pandangan keteraturan. Levelnya bukan mikro atau makro, tapi individual dan kolektif. Ia memfokuskan pada tindakan (action) yang bergerak dari materialis ke idealis.
Kedua pemikir ini berbeda dalam pendekatan yang digunakan dalam upaya memadukan level mikro dan makro, meskipun Alexander tampaknya lebih menekankan di level makro. Ia merasa bahwa fenomena kolektif tak dapat diterangkan melalui penjelasan bagaimana di level mikro.
Lalu, pada model mikor ke makro, tersebutlah James Coleman yang telah berupaya mengaplikasikan teori pilihan rasional yang berada di level mikro ke fenomena makro. Namun, disebutkan oleh Ritzer bahwa upaya Colemen ini kurang memuaskan, karena kurang berhasil memperlihatkan koneksi dari mikro ke makro. Dengan berbasiskan teori Max Weber tentang Etika Protestan, Coleman membangun sebuah model integratif. Menurutnya, kedua level ini berhubungan secara kausalitas. Konsep model dari mikro ke makro dari Coleman memusatkan perhatian pada masalah hubungan dari mikro ke makro dan mengurangi arti penting masalah hubungan dari makro ke mikro. Coleman menjelaskan baik itu masalah dari makro ke mikro maupun masalah mikro ke makro, meskipun penekannanya tetap pada relasi dari mikro ke makro.
Pendekatan lain, sebagaimana disebut Ritzer sebagai landasan mikro sosiologi makro, tersebutlah Randall Collins. Ia memfokuskan pada interaksi dalam rantai, yang berkait satu sama lain dan menghasilkan suatu skala yang yang lebih besar. Berbeda dengan Alexander yang lebih kuat berada di sisi makro, Collins berada di sisi mikro.
Satu hal yang mungkin dilupakan orang, sesungguhnya semenjak di awal abad ke-20, atau 60 tahun sebelum permasalahan integrasi ini ramai; sesorang sosiolog Eropa, Norbert Elias, telah berupaya mengintegrasikan analisis sosiologi. Ia mengusung konsep “figuration” dalam upayanya menghindari dikotomi dalam level analisis. Figurasi merupakan proses sosial yang terjadi pada kesalinghubungan antara manusia, yang secara bersamaan adalah juga menciptakan kesainghubungan (interrelationships). Ini bukan merupakan hal yang statis. Dalam konsep ini manusia dipandang sebagai makhluk yang aktif yang mencipta dan merubah-rubah relasi kekuasaan dan kesalingtergantungan.
Figurasi sosial ini dapat diterapkan baik di tingkat mikro maupun makro. Figurasi adalah proses sosial yang menyebabkan terbentuknya jalinan hubungan antara individu. Figurasi bukanlah sebuah struktur yang berada di luar dan memaksa relasi antara indvidu; namun figurasi adalah antar hubungan itu sendiri. Individu dipandang sebagai terbuka dan saling tergantung. Kekuasaan merupakan hal penting dalam figurasi sosial, dan karena itu, berada dalam keadaan terus-menerus berubah. Ia bertolak dari kesadaran bahwa individu bersifat saling berrelasi dengan individu lain.
Integrasi Agensi-Struktur
Pada hakekatnya, agensi-struktur juga merefer pada mikro-makro. Pada level mikro adalah aktor manusia, yang mana tindakannya dapat merefleksikan pada ”tindakan kolektif”. Sebaliknya, struktur yang berada di level makro, juga dapat merefleksikan kondisi mikro. Dengan melihat struktur, kita bisa paham pula bagaimana tindakan individual dalam masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu.

Satu teori yang paling banyak dibicarakan adalah Teori Strukturasi dari Anthony Giddens. Ia berpendapat bahwa struktur dan agensi adalah dua hal berbeda namun merupakan kesatuan (dualitas), dimana kita tidak dapat mempelajarinya terpisah satu sama lain. Manusia melalui aktivitasnya dapat menciptakan kesadaran sekaligus kondisi terstruktur (the structural conditions) sehingga aktivitas semua orang dapat berlangsung. Tidak mungkin terjadi agensi tanpa struktur, demikian pula sebaliknya, tidak akan tercipta struktur yang saling tergantung jika tidak diciptakan individu.
Konsep pokok dari teori strukturasi terletak pada pemikiran tentang struktur sistem, dan sifat rangkap dari struktur. Struktur bukanlah realitas yang berada di luar pelaku, namun ia adalah aturan dan sumber daya (rules and resources) yang mewujud pada saat diaktifkan oleh pelaku dalam suatu praktik sosial. Dengan demikian, struktur tidak hanya mengekang (constraining) atau membatasi apa yang dapat dijalankan pelaku, melainkan juga memberi kemungkinan (enabling) terjadinya praktik sosial.
Jika Giddesn melihat agensi dan struktur sebagai dualitas, Margaret Archer lebih melihatnya sebagai dualisme. Archer merasa bahwa kedua ini mesti dilihat secara bebas (independent). Hanya dengan itulah maka analisa keduanya dapat dilakukan secara memuaskan. Archer memberi perhatian pada “morphogenesis”, yakni proses kesalingpergantian (interchanges) yang kompleks yang akan menghasilkan perubahan di struktur dan juga pada produk-produk struktural. Jadi, ada pemisahan antara interaksi sosial dengan tindakan dan interaksi yang memproduksinya. Teori morfogenetis ini fokus pada bagaimana kondisi struktural mempengaruhi interkasi sosial, dan selanjutnya, bagaimana interaksi sosial tadi mempngaruhi pembentukan struktural (structural elaboration). Ia memberi perhatian pada fenomena non material dari kultur serta ide-ide.
Piere Bourdieu dalam konteks agen-struktur memberi perhatian terhadap hubungan antara habitus dan bidang atau lapangan (field). Ia melihat adanya jembatan antara subjektif pada diri individual dengan objektif pada masyarakat. Ia menggunakan perspektif yang disebut dengan “constructiviststructuralism”. Ia melihat pada bagaimana struktur objektif berupa bahasa dan kultur membentuk tindakan manusia. Di dalamnya secara detail adalah tentang bagaimana persepsi, fikiran, dan tindakan. Bagaimana manusia memahami dan mengkonstruk dunia mereka, tanpa mengabaikan bagaimana persepsi dan konstruk yang terbangun tadi sekaligus juga merupakan penghalang (constrained). Manusia adalah makhluk sosial yang aktif yang mengembangkan struktur untuk kehidupan rutin mereka. Pada hakekatnya, habitus adalah suatu struktur mental sebagai jembatan yang menghubungkan individu dengan dunia sosial mereka.
Selanjutnya, teori Kolonialisasi Dunia Kehidupan dari Jurgen Habermas mengambarkan teori tindakan dan teori sistem sekaligus. Pandangan utama Habermas adalah bahwa komunikasi yang bebas dan terbuka tidak akan digeser (impinged) oleh rasional formal dari sistem. Ia merasa melalui cara inilah dapat memahami solusi untuk dilema kolektivitas dari rasional substantif.
Terakhir, dari kedua perspektif ini (mikro-makro dan agensi-strutkur), Ritzer menyebutkan bahwa ada kaitan di antara keduanya. Satu perbedaan pokok antar mikro-makro dan agensi-struktur adalah gambaran mereka masing-masing tentang diri si aktor. Kelompok teori mikro-makro menuju pada orientasi behaviorist, sedangkan agensi-struktur menempatkan aktor yang diyakini selalu memiliki tindakan yang kreatif dan sadar. Perbedaan lain, adalah bahwa mikro-makro melukiskan permasalahan ini dari dalam dan cenderung statis, hirarkis, dan ahistorik; sedangkan agensi-struktur lebih kuat pada kerangka dinamis historis nya.
MAKALAH PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP
7 PILAR KONSERVASI “ KAMPUNG PARKIR “ IMPLEMENTASI ARSITEKTUR HIJAU DAN TRANSPORTASI INTERNAL

Disusun untuk memenuhi tugas dalam memenuhi
mata kuliah pendidikan lingkungan hidup
dosen pengampu : muhamad taufiq S.Pd., M.Pd
disusun oleh : priyo purwanto (3201414112)





Bab I

a.       Latar belakang permasalahan
Di era moderenisasi ini kebutuhan akan alat transportasi sebagai media untuk mempercepat laju perpindahan manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya dalam waktu yang relatif singkat sangatlah begitu pesat, hal demikian pun juga di alami oleh seluruh warga masyakarkat UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG, tingginya angka penggunaan kendaraan bermotor oleh mahasiswa maupun dosen tak lagi dapat dibendung, berbagai upaya untuk mengatasi ledakan jumlah kendaraan bermotor di lingkungan UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG seperti dengan mengadakan bus kampus, sepeda dan peraturan mengenai waktu penggunaan kendaraan bermotor di wilayah kampus, namun hal demikian nampaknya tidak berpegaruh signifikan terhadap penggunaan kendaraan motor pribadi, hal ini tak ayal menimbulkan permasalahan seperti tingkat polusi yang semakin meningkat, terbatasnya lahan parkir dilingkungan kampus juga berpengaruh terhadap kondisi kampus dimana kondisi parkiran yang cenderung semrawut membuat pemandangan kampus UNNES tidak lagi asri seperti dahulu.
Hal ini memunculkan ide dari diri saya untuk mengemukaakan pendapat ataupun gagasan bagi unniversitas negeri semarang untuk mengadakan suatu tempat parikaran yang luas yang mana nantinya dapat memuat seluruh kendaraan dari seluruh fakultas di universtias negeri semarang.
b.      Landasan teori
Arsitektur hijau, secara sederhana mempunyai pengertian bangunan atau lingkungan binaan yang dapat mengurangi atau dapat melakukan efisiensi sumber daya material, air dan energi, dalam pengertian yang lebih luas, adalah bangunan atau lingkungan binaan yang efisien dalam penggunaan energi, air dan segala sumber daya yang ada, mampu menjaga keselamatan, keamanan dan kesehatan penghuninya dalam mengembangkan produktivitas penghuninya, mampu mengurangi sampah, polusi dan kerusakan lingkungan.
Dalam divisi ini akan dikembangkan guidline penyertaan struktur ramah lingkungan pada penggunaan gedung saat ini dengan fungsi baru, pengembangan jalur sepeda dan jalan kaki, penggunaan transportasi ramah lingkungan, pembuatan shelter sepeda, pembuatan contoh sumur resapan, dan pembuatan model bangunan hemat energi
Hal ini bertujuan membentuk budaya ramah lingkungan pada lingkungan kampus. Pada tahap awal sejak deklarasi UNNES sebagai universitas konservasi pengembangan jalur sepeda dan jalan kaki telah dilaksanakan.
Pilar konservasi arsitektur hijau dan sistem transportasi internal bertujuan mengembangkan dan mengelola bangunan dan lingkungan yang mendukung visi konservasi, serta mewujudkan sistem transportasi internal yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Program pilar arsitektur hijau dan sistem transportasi internal meliputi:
1.      Pengelolaan bangunan kampus UNNES yang sesuai dengan kaidah-kaidah bangunan hijau yang ramah lingkungan;
2.      Pengelolaan lingkungan kampus UNNES yang sesuai dengan kaidah-kaidah ramah lingkungan dan kenyamanan pengguna; dan
3.      Pengelolaan sistem transportasi intern kampus UNNES yang sesuai dengan prinsip transportasi, humanisme, dan ramah lingkungan.
Bab II
c.       Pembahasan
Arsitektur hijau, secara sederhana mempunyai pengertian bangunan atau lingkungan binaan yang dapat mengurangi atau dapat melakukan efisiensi sumber daya material, air dan energi, dalam pengertian yang lebih luas, adalah bangunan atau lingkungan binaan yang efisien dalam penggunaan energi, air dan segala sumber daya yang ada, mampu menjaga keselamatan, keamanan dan kesehatan penghuninya dalam mengembangkan produktivitas penghuninya, mampu mengurangi sampah, polusi dan kerusakan lingkungan. Pilar arsitektur hijau dan sistem transportasi internal bertujuan mengembangkan dan mengelola bangunan dan lingkungan yang mendukung visi konservasi, serta mewujudkan sistem transportasi internal yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan.
 Program pilar arsitektur hijau dan sistem transportasi internal meliputi:
  • Pengelolaan bangunan kampus Unnes yang sesuai dengan kaidah-kaidah bangunan hijau yang ramah lingkungan;
  • Pengelolaan lingkungan kampus Unnes yang sesuai dengan kaidah-kaidah ramah lingkungan dan kenyamanan pengguna; dan
  • Pengelolaan sistem transportasi internal kampus Unnes yang sesuai dengan prinsip transportasi, humanisme dan ramah lingkungan.
  • Unit kerja berkewajiban menerapkan, mengembangkan, mengelola, memantau, dan mengevaluasi bangunan yang sesuai prinsip bangunan hijau.
  • Unit kerja berkewajiban menerapkan, mengembangkan, mengelola, memantau, dan mengevaluasi sistem transportasi internal yang sesuai dengan prinsip transportasi, humanisme, dan ramah lingkungan.
  • Unit kerja berkewajiban menyediakan ruang terbuka hijau.
  • Unit kerja berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan sistem transportasi internal yang ramah lingkungan.
  • Unit kerja berkewajiban menerapkan aturan untuk membatasi penggunaan kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil.
  • Warga Unnes berkewajiban untuk menggunakan moda transportasi yang ramah lingkungan di sekitar kampus.
  • Ketentuan untuk melaksanakan program pilar arsitektur hijau dan transportasi internal diatur dalam prosedur mutu program pilar arsitektur hijau dan transportasi internal.

Semakin sempitnya area lahan parkiran di tiap-tiap fakultas kampus UNNES membuat mahasiswa terkadang kebingungkan harus memarkirkan kendaraannya dimana, terkadang mahasiswa suatu fakultas harus memarikirkan kendaraannya di fakultas lainnya hanya karena tempat parkiran yang sudah penuh, hal ini tentunya mengharuskan adanya upaya untuk mengatasi tersebut.
”Beberapa tahun lalu, Jepang memang sudah mengembangkan konsep parkir tumpuk mobil. Kini, Negara Matahari Terbit ini kembali berinovasi untuk membuat lahan parkir sepeda yang praktis dan unik. Masyarakat Jepang yang biasa bersepeda tak lagi pusing untuk mencari tempat parkir sepeda. Mereka tak perlu pusing juga untuk memakai kunci gembok sepeda yang banyak dan rumit. Di Jepang, Anda bisa parkir sepeda di dalam lift “.  Kutipan berita dari CNN Indonesia.  UNNES tak perlu berbesar kepala untuk menganggarkan dananya membangun parkiran berlift seperti jepang, namun hal tersebut dapat ditiru konsepnya dimana seluruh kendaraan mahasiswa nantinya dikumpulkan pada suatu tempat berupa gedung bertingkat, seperti yang sudah dibuat yaitu gedung serbaguna (GSG) namun namun ditempatkan pada 3 titik yang berbeda yaitu sisi barat meliputi fakultas MIPA dan fakultas Bahasa dan seni bagian tengah yang sudah ada GSG dan sisi timur yang meliputi fakultas ilmu keolahragaan dan fakultas teknik.
Gedung ini nantinya akan meminimalisir penggunaan ataupun pemanfaatan lahan yang terlalu luas untuk dibuat lahan parkir, selain itu juga dapat mengurangi pembukaan lahan terbuka hijau untuk membuat lahan parkir ataupun dibangun gedung gedung lainnya.
Di Jepang, sepeda adalah alat transportasi yang paling banyak digunakan. Namun, dengan banyaknya pengguna sepeda juga menimbulkan masalah terutama masalah parkir. Minimnya ruang parkir sepeda menimbulkan masalah tersendiri dengan banyaknya para pengendara sepeda yang mengambil tempat-tempat di ruang publik yang sebenarnya dapat digunakan oleh pejalan kaki. Jepang memiliki solusi masalah parkir sepeda ini dengan cara yang unik dan kreatif. Terbatasnya lahan di atas tanah untuk ruang parkir, mereka mengatasi solusi ruang parkir sepeda ini dengan membuat parkir sepeda bawah tanah otomatis. Selain aman dari cuaca panas atau hujan, dengan parkir sepeda bawah tanah ini juga aman dari pencurian.
Namun melihat kondisi masyarakat indonesia yang lebih konsumtif terhadap kendaraan bermotor dari pada sepeda, nampaknya konsep tersebut tidak akan pernah berjalan, kalaupun berjalan tentunya akan terjadi beberapa tahun yang akan datang.


d.      Kesimpulan dan saran
Badan Pengembangan Konservasi memiliki tujuh (7) divisi yaitu Divisi Konservasi Biodiversitas (Biodiversity Conservation), Pengelolaan Limbah (Waste Management), Energi Bersih (Clean Energy), Kebijakan Kertas (Paperless), Arsitektur Hijau dan Transportasi Internal (Green Architecture and Internal Transportation), Seni, Etika, dan Budaya (Art, Ethics, and Culture Conservastion), and Kader Konservasi (Cadre Conservation). Melalui tujuh divisi tersebut beberapa program telah, sedang, dan akan dilaksanakan untuk memperkuat posisi Unnes sebagai Universitas Konservasi sekaligus sebagai bentuk tanggungjawab Unnes terhadap segala permasalahan lingkungan dan global warming. Badan Pengembang Konservasi UNNES mempunyai 7 pilar konservasi, yaitu:  Arsitektur Hijau dan Transportasi Internal, Biodiversitas, Energi Bersih, Seni Budaya, Kaderisasi Konservasi, Kebijakan Nir Kertas dan Pengolahan Limbah. Semakin pesatnya jumlah penggunaan kendaraan dan terbatasnya lahan parkir, membuat penulis memunculkan ide untuk membuat suatu tempat parkir luas pada 3 titik di kampus unnes.







DAFTAR PUSTAKA
Handoyo, M.Z. Eko. 2013. Upaya Membumikan Universitas Konservasi. https://www.academia.edu/5319927/POJOK_KONSERVASI_Sebuah_Gagasan(diakses pada 12 november 2015, pukul 21:00 WIB)
Jurnal.fkip.uns.ac.id/indeks.php/prosbio/article/viewfile/3113/2149. (diakses pada 12 november 2015, pukul 19:00 WIB).
Ipi jurnal penelitian hutan dan konservasi alam
Jurnal harmoni sosial
Jurnal ilmu lingkungan
Jurnal ilmiah teknik lingkungan
Jurnal of tropical ethnobiology
2010. Pendidikan Lingkungan Hidup. Semarang : Universitas Negeri Semarang
http://konservasi.unnes.ac.id/?p=57
Sri Ngabekti  , Persepsi Mahasiswa Pendidikan Lingkungan Hidup
Terhadap Ketercapaian Unnes Sebagai Kampus Konservasi 
Untuk Menuju Pembangunan Berkelanjutan, Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang , HP. 081325532277 , E-mail: s_ngabekti@yahoo.com


bela negara

Laporan studi kasus
Mata kuliah pendidikan kewarganegaraan
Bela Negara “operasi lalu lintas”
Dosen pengampu: Aisyah Nur Sayidatun Nisa
Di susun oleh:
Evi Nur Hidayati                      (1511414058)
Esti Rifmawati                        (1511414071)
Anggi Afni Figiarni                 (1601414016)
Laelatul Maulidil Wakhidah  (1601414030)
Cahya Wulaningrum                 (1601414040)
Priyo Purwanto                         (3201414112)
M. Rizki Prasetyo                     (3301414034)
Amalia Lailatur Rizqi   (7311415192)

Universitas  Negeri Semarang
2015


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 2002 pasal 9 ayat 1 tentang Pertahanan Negara Upaya Bela Negara merupakan sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Hal ini bukan merupakan hanya kewajiban dari dasar manusia, melainkan juga untuk kehormatan warga negara sebagai salah satu wujud pengabdian dan sikap rela berkorban terhadap bangsa dan negara. Bela Negara yang dilakukan oleh Warga Negara merupakan salah satu bentuk hak dan kewajiban untuk membela serta mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari berbagai macam ancaman yang datang darimana saja.
Pembelaan negara ini yang diwujudkan dengan ikut serta didalam upaya pertahanan negara yang merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dan kehormatan tiap warga negara. Maka dari itu, warga negara memiliki kewajiban untuk ikut serta dalam upaya bela negara, terkecuali ditentukan lain dengan undang-undang.
Satuan lalu lintas (Satlantas) dipimpin oleh Kasat Lantas yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Kasat Lantas bertugas melaksanakan Turjawali lalu lintas, pendidikan masyarakat lalu lintas (Dikmaslantas), pelayanan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum di bidang lalu lintas.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah definisi dari bela negara?
2.      Apakah tugas dari Satlantas?
3.      Apakah fungsi dari Satlantas?
4.      Bagaimana cara sistem kerja Satlantas?
C.    Tujuan
1.      Menjelaskan definisi dari bela negara
2.      Memaparkan tugas dari Satlantas
3.      Mengetahui fungsi dari Satlantas
4.      Menjelaskan sistem kerja dari Satlantas





BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Bela Negara
Bela Negara adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang, suatu kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara dalam kepentingan mempertahankan eksistensi negara tersebut. Secara fisik, hal ini dapat diartikan sebagai usaha pertahanan menghadapi serangan fisik atau agresi dari pihak yang mengancam keberadaan negara tersebut, sedangkan secara non-fisik konsep ini diartikan sebagai upaya untuk serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara, baik melalui pendidikan, moral, sosial maupun peningkatan kesejahteraan orang-orang yang menyusun bangsa tersebut. Dalam pelaksaan pembelaan negara, seorang warga bisa melakukannya baik secara fisik maupun non fisik. Pembelaan negara secara fisik diantaranya dengan cara perjuangan mengangkat senjata apabila ada serangan dari negara asing terhadap kedaulatan bangsa. Sementara, pembelaan negara secara non fisik diartikan sebagai semua usaha untuk menjaga bangsa serta kedaulatan negara melalui proses peningkatan nasionalisme
2.2. Pengertian Lalu Lintas
       Lalu lintas dalam UU No. 22 Tahun 2009 didefenisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedangkan yang dimaksud dengan ruang lalu lintas adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. Adapun defenisi mengenai lalu lintas menurut Djajoesman (1976:50) bahwa secara harfiah lalu lintas diartikan sebagai gerak (bolak balik) manusia atau barang dari satu tempat ketempat lainnya dengan menggunakan sarana jalan umum. Menurut Poerwadarminta dalam KBBI (1993:55) bahwa lalu lintas adalah berjalan bolak balik, hilir mudik dan perihal perjalanan di jalan dan sebagainya serta berhubungan antara sebuah tempat dengan tempat lainnya.
Secara umum lalu lintas adalah merupakan gerak lintas manusia dan atau barang dengan menggunakan barang atau ruang di darat, baik dengan alat gerak ataupun kegiatan lalu lintas dan jalan yang dapat menimbulkan permasalahan seperti terjadinya kecelakaan dan kemacetan lalu lintas. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan lalu lintas adalah kegiatan kendaraan bermotor dengan menggunakan jalan raya sebagai jalur lintas umum sehari-hari. Lalu lintas identik dengan jalur kendaraan bermotor yang ramai yang menjadi jalur kebiutuhan masyarakat umum. Oleh kerena itu, lalu lintas selalu identik pula dengan penerapan tata tertib bermotor dalam menggunakan jalan raya.
Dengan demikian maka pelanggaran lalu lintas adalah pengabaian terhadap tata tertib lalu lintas yang dilakukan oleh pengguna kendaraan bermotor yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas bagi pengguna jalan lainnya baik hilangnya nyawa maupun luka-luka.
Ada tiga komponen terjadinya lalu lintas yaitu manusia sebagai pengguna, kendaraan dan jalan yang saling berinteraksi dalam pergerakan kendaraan yang memenuhi persyaratan kelaikan dikemudikan oleh pengemudi mengikuti aturan lalu lintas yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan yang menyangkut lalu lintas dan angkutan jalan melalui jalan yang memenuhi persyaratan geometrik.
Manusia sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan kaki yang dalam keadaan normal mempunyai kemampuan dan kesiagaan yang berbeda-beda (waktu reaksi, konsentrasi, dll). Perbedaan-perbedaan tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan fisik dan psikologi, umur serta jenis kelamin dan pengaruh-pengaruh luar seperti cuaca, penerangan / lampu jalan dan tata ruang.
Kendaraan digunakan oleh pengemudi mempunyai karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, percepatan, perlambatan, dimensi dan muatan yang membutuhkan ruang lalu lintas yang secukupnya untuk bisa bermanuver dalam lalu lintas.
Jalan merupakan lintasan yang direncanakan untuk dilalui kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor termasuk pejalan kaki. Jalan tersebut direncanakan untuk mampu mengalirkan aliran lalu lintas dengan lancar dan mampu mendukung beban muatan sumbu kendaraan serta aman, sehingga dapat meredam angka kecelakaan lalu lintas.
                                                                                    
2.3.  Tata Tertib dalam Berkendara
Aturan lalu lintas sebenarnya tidak hanya berwujud larangan tetapi juga berbentuk perintah, dilarang belok, dilarang parkir, dilarang menyalip atau dilarang berputar. Peraturan tersebut sebenarnya banyak sekali bisa berbentuk perintah, petunjuk, dan pemberitahuan karena wujud dari peraturan sebenarnya banyak sekali.
Permasalahan di sini adalah karena kurangnya kesadaran dari masyarakat terutama remaja. Bentuk dari kurangnya kesadaran itu adalah pelanggaran.
Banyak peraturan dan hukum yang telah menetapkan tetapi remaja yang bersikap tak acuh nekat melanggar begitu saja atau sudah tahu tetapi tetap melanggar. Banyak kejadian kecelakaan yang disebabkan karena perilaku remaja yang seenaknya sendiri berkendara tanpa mengindahkan tata tertib.
Anak-anak remaja banyak yang mengganggap apabila berkendara dengan mematuhi tata tertib lalu lintas dianggap kolot padahal sebenarnya mereka tidak berpikir luas dan kedepan akan bahaya dan dampak yang akan dialami apabila melanggar lalu lintas. Karena, sejatinya peraturan dibuat untuk ditaati bukan dilanggar. Namun, paradigma masyarakat yang salah kaprah memutar balikkan slogan sehingga menjadi doktrin dan kemudian membudidaya menjadi watak yang sulit untuk dirubah, yaitu “Aturan dibuat untuk dilanggar”.
 Paradigma dan pemikiran masyarakat sudah sangat salah kaprah, mereka menganggap bahwa peraturan tidak penting untuk ditaati. Selain itu, lemahnya hukum dan ketidak bijaksanaan aparat pemerintah sendiri yang membuat masyarakat melunakkan segala hukum dan peraturan yang sudah ditegakkan. Banyak masyarakat percaya bahwa aparat polisi bisa disuap, dll. Karena, ketidakbijaksannaan polisi sendiri seakan pemerintah membuat aturan dan itu dijadikan lahan keuangan bagi oknum-oknum nakal. Saat kepercayaan masyarakat pada aparat pemerintah telah pudar, maka pelanggaran tata tertib mulai merajalela. Banyak remaja berkendara nekat melanggar peraturan tata tertib berkendara karena hal tersebut, sehingga dalam melestarikan tata tertib berkendara diperlukan kerjasama antara semua pihak demi terwujudnya budaya tertib berlalu lintas.

2.4.  Pelanggaran Lalu Lintas
                      Pelanggaran lalu lintas yang sering disebut juga dengan tilang merupakan ruang lingkup hukum pidana yang diatur dalam UU nomor 14 tahun 1992 (www.transparansi.or.id,2009). Hukum pidana mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang olen undang-undang. Tujuan suatu hukum pidana adalah menakut-nakuti seseorang supaya tidak melakukan perbuatan yang tidak baik dan bahkan mendidik atau mengarahkan seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak baik menjadi baik dan bisa diterima lagi oleh masyarakat.
          Pelanggaran terhadap aturan hukum pidana dapat diberi tindakan hukum langsung dari aparat jadi tidak usah menunggu laporan atau pengaduan dari pihak yang dirugikan. Pelanggaran lalu lintas tertentu atau tilang biasanya melanggar pasal 54 mengenai kelengkapan surat kendaraan SIM dan STNK serta pasal 59 mengenai muatan lebih terhadap truk atau angkutan umum serta pasal 61 salah memasuki jalur lintas kendaraan.
          Upaya penanaman kesadaran berlalu lintas semestinya merupakan upaya yang kontinyu dan menjangkau hingga ke pelosok karena merupakan upaya untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat dari segala strata usia, pendidikan dan status sosial.

2.5.  Jenis Pelanggaran Lalu Lintas
Jenis-jenis pelanggaran lalu lintas diantaranya adalah:
1)     mengebut di jalan
2)     tidak memiliki SIM dan STNK
3)     tidak mengenakan sarana prasaran yang lengkap
4)     memodifikasi motor yang tidak sesuai standar
5)     melanggar marka jalan
6)     melanggar rambu-rambu
7)     tidak menyalakan lampu sein, riting, lampu hazard
8)     pelanggaran terhadap ketentuan dan muatan yang diijinkan
9)     berkendara dalam keadaan mabuk, telpon, sms dan berbicara
10) belum terampil dalam berkendara
11) menumpang pada teman sebaya (nebeng)
12) menyetir dalam pengaruh alkohol dan obat-obatan
13) kondisi kendaraan yang tidak baik
14) menggunakan telepon seluler pada saat menyetir (memiliki risiko 4x untuk terjadi kecelakaan).



2.6. Tugas dan Tanggung jawab
1.  Satlantas adalah unsur pelaksanan tugas pokok yang berada dibawah Kapolrestabes.
2.      Satlantas bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi lalu lintas kepolisian, yang  meliputi turjawali, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalulintas, registrasi dan identifikasi pengemudi/kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalulintas dan penegakan hukum dibidang lalulintas, guna memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalulintas.
3.  Satlantas dipimpin oleh Kasatlantas, yang bertanggung jawab kepada Kapolrestabes dan pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Wakapolrestabes.
Kasatlantas dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh :
a)      Kaurbinops
b)      Kaurmintu
c)      Kanit Turjawali
d)     Kanit Dikyasa
e)      Kanit Regident
f)       Kanit Laka

2.6  Fungsi Satlantas
a)      Pembinaan fungsi lalulintas kepolisian dalam lingkungan Polda
b)      Penyelenggaraan dan pembinaan partisipasi masyarakat melelui kerjasama lintas sektoral , pendidikan masyarakat dan pengajian masalah dibidang lalulintas
c)      Penyelenggaraan operasi kepolisian bidang lalulintas dalam rangka penegakan hukum dan ketertiban lalulintas
d)     Penyelenggaraan Administrasi Registrasi dan Identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi yang dilaksanakan oleh Polres
e)      Penyelenggaraan Patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran serta penanganan kecelakaan lalulintas dalam rangka penegakan hukum dan ketertiban lalulintas serta menjamin kelancaran arus lalulintas di jalan raya















BAB III
DESKRIPSI

3.1 METODE PENILITIAN OBSERVASI

     Satlantas adalah unsur pelaksanaan utama Polda yang merupakan pemekaran dari Dit Samapta dan berada dibawah Kapolda. Satlantas bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi lalu lintas yang meliputi kegiatan pendidikan masyarakat, penegak hukum , pengkajian masalah lalulintas, administrasi registrasi dan Identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor serta melaksanakan patroli jalan raya antar wilayah. Pada bab tentang metode penelitian berisikan hasil observasi tentang pelanggaran lalu lintas yang terjadi di Kota Semarang. Kami melakukan observasi di kawasan Pasar Johar. Dari hasil observasi yang telah dilakukan tercatat banyak sekali dari pihak pengguna jalan yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas. Kasus yang telah diamati berupa pelanggaran lalu lintas terutama pada operasi polisi lalu lintas. Disana telah dilaksanakan operasi polisi yang dilakukan oleh Satuan Lalu Lintas kawasan Semarang. Pada operasi polisi yang telah kami lakukan, terdapat banyak sekali para masyarakat yang tidak membawa kelengkapan kartu.
Hasil observasi yang telah dilakukan tercatat sekitar puluhan warga yang harus ditilang karena ketidaklengkapan kartu pengendara. Selain masalah di atas, masalah pelanggaran lalu lintas juga dapat dilihat dari budaya masyarakat yang instan dan tidak mau bersusah payah untuk mendapatkan SIM, mereka lebih suka membeli SIM kepada Polisi (orang dalam) dari pada ikut tes dalam membuat SIM. Cara mendapatkan SIM seperti ini sudah tidak asing lagi di hampir semua wilayah Kota Semarang, padahal SIM merupakan lisensi resmi yang dapat membuktikan kelayakan seseorang untuk dapat mengendarai kendaraan sehingga tidak membahayakan keselamatan dirinya dan orang lain.
Pelanggaran lalu lintas juga tercermin dari perilaku pengendara sepeda motor di jalan raya yang lebih menekankan kepentingan masingmasing pengendara, terlebih disaat jalanan macet. Akibatnya pengendara cenderung mengabaikan peraturan lalu lintas yang ada, seperti penggunaan helm standar yang dapat melindungi kepala dengan penuh, mengendarai kendaraan senaknya sendiri, serta minimnya sikap untuk saling menghargai dan menghormati antar sesama pengguna jalan.









BAB IV
SEBAB AKIBAT

Pola pikir masyarakat yang praktis dalam berkendara di jalan raya telah melahirkan masyarakat instan baik saat berkendara maupun diluar berkendara. Masyarakat instan ini kemudian mendorong lunturnya etika dalam berkendara di jalan raya, dan menimbulkan berbagai macam pelanggaran lalu lintas. pelanggaran adalah perbuatan pidana yang tergolong tidak seberat kejahatan (Sudarsono 2005: 344). Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia Pelanggaran adalah perbuatan atau perkara melanggar, tindak pidana yang lebih ringan dari pada kejahatan. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran lalu lintas di jalan setiap tahunnya. Faktor tersebut antara lain adanya paradigma berpikir masyarakat instan di zaman modern, mulai lunturnya sensitivitas dalam berkendara, dan minimnya etika berkendara untuk tertib, 11 saling menghormati, saling menghargai, sehingga mengakibatkan semakin tergerusnya rasa kepemilikan akan sesuatu. Faktor-faktor di atas mempunyai hubungan kausalitas atau sebab akibat yang saling berkaitan antara satu sama lain. Faktor tersebut dapat disederhanakan menjadi 3 faktor utama penyebab pelanggaran lalu lintas yaitu faktor manusia, faktor kendaraan (sepeda motor), dan faktor kondisi jalan raya. Menurut Suwardjoko (2002: 108) pencatatan data pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan di Indonesia belum cukup lengkap untuk bisa dianalisis guna menemukan sebab musabab kecelakaan lalu lintas sehingga dengan tepat bisa diupayakan penanggulangannya. Penyebab kecelakaan dapat dapat dikelompokkan dalam tiga unsur yaitu manusia, jalan, dan kendaraan. Menurut Suwardjoko (2002: 109) tidak berlebihan bila dikatakatan bahwa hampir semua pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas penyebab utamanya adalah pengendara. Penyebab pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas juga dipertegas oleh pernyataan (Hobbs 1995: 334) penyebab pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas paling banyak disebabkan oleh manusia, yang mencakup psikologis manusia, sistim indra seperti penglihatan dan pendengaran, dan pengetahuan tentang tata cara lalu lintas. Faktor manusia merupakan penyebab pelanggaran lalu lintas yang paling tinggi karena faktor manusia berkaitan erat dengan etika, tingkah laku, dan cara berkendara di jalan raya.Bentuk pelanggaran itu sendiri merupakan bagian dari kelalaian seseorang dalam bertindak dan mengambil keputusan yang tergesa-gesa. Mereka sering mementingkan diri sendiri tanpa mementingkan kepentingan umum. Bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas yang sering dilakukan oleh masyarakat yaitu tidak membawa SIM, STNK, helm, menerobos lampu merah, memarkir kendaraan sembarangan, dan sebagainya. Bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas tersebut dapat dibedakan menjadi pelanggaran ringan dan pelanggaran berat. Pelanggaran berat terjadi, jika seseorang dengan sengaja dan tidak memiliki SIM. Sedangkan pelanggaran ringan, jika seseorang benar-benar lupa tidak membawa SIM karena tergesa-gesa saat akan bepergian. Hal semacam ini seharusnya mendapat perhatian PoIisi lalu lintas dalam mengambil keputusan. Setidaknya polisi tidak boleh memukul rata setiap masalah, tetapi harus mempertimbangkan situasi yang berbeda.


BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan

Bela Negara adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang, suatu kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara dalam kepentingan mempertahankan eksistensi negara tersebut. Secara fisik, hal ini dapat diartikan sebagai usaha pertahanan menghadapi serangan fisik atau agresi dari pihak yang mengancam keberadaan negara tersebut, sedangkan secara non-fisik konsep ini diartikan sebagai upaya untuk serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara, baik melalui pendidikan, moral, sosial maupun peningkatan kesejahteraan orang-orang yang menyusun bangsa tersebut. Dalam pelaksaan pembelaan negara, seorang warga bisa melakukannya baik secara fisik maupun non fisik. Pembelaan negara secara fisik diantaranya dengan cara perjuangan mengangkat senjata apabila ada serangan dari negara asing terhadap kedaulatan bangsa. Sementara, pembelaan negara secara non fisik diartikan sebagai semua usaha untuk menjaga bangsa serta kedaulatan negara melalui proses peningkatan nasionalisme. Dalam hal ini, observer membahas tentang non-fisik yaitu operasi tilangan yang dilakukan oleh anggota satlantas. Ini bertujuan sebagai penyelenggaraan keamanan warga negara dalam berkendara. Banyak ketidaksadaran atau lalainyakedua pihak baik itu dari polri maupun warga negara sendiri, misalnya kurangnya sosialisasi pada warga, karena dari polri biasanya hanya memberikan sosialisasi pada sekolah-sekolah saja. Tak Cuma polri, disini juga terkait dengan pengendara yang terlibat, misalnya dalam hal kesadaran, kepentingan individu dan kurangnya partisipasi dalam menjaga keamanan, baik untuk umum maupun khusus individu.
5.2. Saran
Sebagai seorang satuan lalu lintas seharusnya melakukan sosialisasi kepada para masyarakat tentang pentingnya mematuhi peraturan lalu lintas. Dengan cara menghilangkan mainset masyarakat bahwa “adanya peraturan itu untuk dilanggar”. Selain itu sebagai masyarakat yang bersih seharusnya kita sadar diri bahwa semua peraturan yang ada itu dibuat demi menertibkan kehidupan kita. Jadi sebagai warga negara yang baik  alangkah baiknya mematuhi peraturan lalu lintas.








DAFTAR PUSTAKA
http://fhandysmansa.blogspot.co.id/2013/09/kesadaran-berlalu-lintas_17.html
http://lib.unnes.ac.id/2119/1/5161.pdf
http://www.situspolisi.com/2015/02/satlantas-polri.html
http://satlantas-polrestabessemarang.blogspot.co.id/p/struktur.html
http://satlantasrestapku.blogspot.co.id/p/etika-berlalu-lintas.html


































LAMPIRAN
A.    job description
·         Evi nur hidayati bertugas mencari materi beserta data studi kasus
·         Esti rifmawati bertugas mencari materi, obeservasi di lapangan beserta penyusunan laporan.
·         Anggi afni figiarni bertugas mencari materi dengan penyusunan laporan.
·         Laelatul maulidil wakhidah bertugas mencari materi, observasi dilapangan dan penyusunan laporan studi kasus
·         Cahya wulaningrum bertugas mencari materi dengan menyusun laporan studi kasus
·         Priyo purwanto bertugas mencari materi,observasi dilapangan dan menyusun laporan studi kasus
·         M. rizki prasetyo bertugas observasi lapangan dan penyusunan laporan studi kasus.
·         Amalia lailatul rizqi bertugas mencari materi dan menyusun laporan studi kasus.

B.     Foto foto
Gbr.1 operasi lalu lintas di kota lama, johar, kota semarang

Gbr. 2 pengendara motor yang terjaring operasi






Gbr. 3 komandan kasatlantas operasi di polrestabes semarang

Gbr. 4 lokasi operasi lalulintas bulanan di kota lama

Gbr. 5 jalannya kegiatan operasi lalulintas